PENERAPAN KEBIJAKAN MATRA DALAM PENANGGULANGAN KORBAN BENCANA PADA LINGKUNGAN MATRA




PENERAPAN KEBIJAKAN MATRA DALAM PENANGGULANGAN KORBAN BENCANA PADA LINGKUNGAN MATRA









 
Abstrak
Alam semesta menyimpan sejuta keindahan dan manusia sebagai penghuni selayaknya  mampu memelihara dan mengelolanya dengan baik sebagai  ciptaan Tuhan. Alam semesta juga menyimpan banyak misteri dimana manusia  tidak mampu mengurainya satu persatu. Untuk itu, dalam kondisi berbeda alam semesta bisa saja menunjukkan ‘fenomena’ melalui bencana  alam, kondisi ini  terjadi sebagai akibat   ketidakseimbangan ekosistem. Banyak kondisi bencana alam yang kejadiannya
secara alamiah ‘natural disaster’, dan tidak sedikit bencana alam terjadi karena ulah dan kelalaian manusia ‘man made disaster’. Pada kebijakan kesehatan matra pada kesehatan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kesehatan dalam penanggulangan korban bencana. Tantangan pada kebijakan matra yang berfokus pada bagaimana menghadapi kondisi lingkungan yang serba beruba untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pada konsisi bencana alam peran dari penerapan kebijakan matra berpengaruh terhadap jumlah korban dan penanggulangan penyakit yang disebabkan lingkungan.

 Kata Kunci: Matra, Penanggulangan Bencana, Jaminan Kesehatan
Abstract
The universe of beauty and save a million human residents should be able to maintain and manage it well as the creation of God . The universe also holds many mysteries in which humans are not able to decipher it one by one . To that end , the different conditions of the universe can be demonstrated ' phenomenon ' through a natural disaster , this condition occurs as a result of an imbalance of the ecosystem . Many state natural disaster happened naturally ' natural disaster ' , and not a little natural disaster caused by human negligence and 'man made ​​disaster ' . In the dimension of health policy in the field of health referred to in paragraph ( 1 ) shall include in the response to victims of disaster health . The challenge to the policy dimension that focuses on how to deal with the environmental conditions that completely beruba to realize optimal health status . On the role of natural disasters konsisi policies dimension effect on the number of victims and prevention of disease caused by the environment .
 Keywords : Matra , Disaster Relief , Health Insurance

Pendahuluan
Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi alam terseut serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan  kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan sumberdaya alam. Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan  kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik.
            Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan  Bencana mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah  dalam upaya penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana. Secara lebih rinci disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Perlu diketahui bahwa bencana yang diikuti dengan pengungsian menimbulkan masalah kesehatan yang sebenarnya diawali oleh masalah bidang/sektor lain. Timbulnya masalah kesehatan itu berawal dari kurangnya air bersih yang berakibat pada buruknya kebersihan diri, buruknya sanitasi lingkungan yang merupakan awal dari perkembangbiakan beberapa jenis penyakit menular dll.
Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga merupakan awal dari proses terjadinya penurunan derajat kesehatan dalam jangka panjang akan mempengaruhi secara langsung tingkat pemenuhan kebutuhan gizi seseorang.Dalam pengungsian tempat tinggal (shelter) yang ada sering tidak memenuhi syarat kesehatan yang mana secara langsung maupun tidak  langsung akan menurunkan daya tahan tubuh dan bila tidak segera ditanggulangi akan menimbulkan masalah di bidang kesehatan.
Penanggulangan masalah kesehatan merupakan kegiatan yang harus segera diberikan baik saat terjadi dan pasca bencana disertai pengungsian. Untuk itu di dalam penanggulangan masalah kesehatan pada bencana dan pengungsian harus mempunyai suatu pemahaman permasalahan dan penyelesaian secara menyeluruh. Cara berfikir dan bertindak tidak bias lagi secara sektoral, harus terkoordinir secaara baik dengan lintas sektor dan lintas program.
            Dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan penganan pengungsi diperlukan standar–standar yang dapat dipakai sebagai pegangan atau patokan ukuran untuk merencanakan, memberi bantuan dan untuk mengevaluasi.


Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan dalam UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Rangkaian kegiatan tersebut apabila digambarkan dalam siklus penanggulangan bencana adalah sebagai berikut :
Pada dasarnya penyelenggaraan adalah tiga tahapan yakni :
1.      Pra bencana yang meliputi:
-       situasi tidak terjadi bencana
-       situasi terdapat potensi bencana
2.      Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana
3.      Pascabencana yang dilakukan dalam saat setelah terjadi bencana
Tahapan bencana yang digambarkan di atas, sebaiknya tidak dipahami sebagai suatu pembagian tahapan yang tegas, dimana kegiatan pada tahap tertentu akan berakhir pada saat tahapan berikutnya dimulai. Akan tetapi harus dipahami bahwa setiap waktu semua tahapan dilaksanakan secara bersama-sama dengan porsi kegiatan yang berbeda. Misalnya pada tahap pemulihan, kegiatan utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi juga sudah dimulai untuk mengantisipasi bencana yang akan datang.













Hasil dan Pembahasan
Secara umum perencanaan dalam penanggulangan bencana dilakukan pada setiap tahapan dalam penyelenggaran penanggulangan bencana
Capture.PNG
Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu rencana yang spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana.
1.      Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan), yang merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi seluruh tahapan / bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk upaya pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta.
2.      Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).
3.      Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan) yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.
4.      Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan penyusunan petunjuk /pedoman mekanisme penanggulangan pasca bencana.


Perencanaan Penanggulangan Bencana
Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis risiko bencana dan upaya penanggulangannya yang dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan bencana dan rincian anggarannya.
Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan pembangunan. Setiap rencana yang dihasilkan dalam perencanaan ini merupakan program/kegiatan yang terkait dengan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan yang dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Jangka Menengah (RPJM) maupun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan.
Rencana penanggulangan bencanaditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh:
1.      BNPB untuk tingkat nasional;
2.      BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan
3.      BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.
Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2 (dua) tahun atau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana.

Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
Secara garis besar proses penyusunan/penulisan rencana penanggulangan bencana adalah sebagai berikut :

qw.PNG

            Uraian Proses Perencanaan Penanggulangan Bencana
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa langkah pertama adalah pengenalan bahaya / anaman bencana yang mengancam wilayah tersebut. Kemudian bahaya / ancaman tersebut di buat daftar dan di disusun langkah-langkah / kegiatan untuk penangulangannya. Sebagai prinsip dasar dalam melakukan Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana ini adalah menerapkan paradigma pengelolaan risiko bencana secara holistik. Pada hakekatnya bencana adalah sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan. Pandangan ini memberikan arahan bahwa bencana harus dikelola secara menyeluruh sejak sebelum, pada saat dan setelah kejadian bencana.

PENGENALAN DAN PENGKAJIAN ANCAMAN BENCANA BAHAYA DAN KERENTANAN
Pengenalan Bahaya (hazard)
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan beragam baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan komplek. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kebakaran perkotaan dan permukiman, angin badai, wabah penyakit, kegagalan teknologi dan konflik sosial. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta rawan bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta kerentanan bencana tanah longsor, peta daerah bahaya bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain.
1.  Gempa Bumi
Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa kerusakan atau kehancuran bangunan (rumah, sekolah, rumah sakit dan bangunan umum lain), dan konstruksi prasarana fisik (jalan, jembatan, bendungan, pelabuhan laut/udara, jaringan listrik dan telekomunikasi, dli), serta bencana sekunder yaitu kebakaran dan korban akibat timbulnya kepanikan.
2.  Tsunami
Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya gempa bumi di laut, letusan gunung api bawah laut atau longsoran di laut. Namun tidak semua fenomena tersebut dapat memicu terjadinya tsunami. Syarat utama timbulnya tsunami adalah adanya deformasi (perubahan bentuk yang berupa pengangkatan atau penurunan blok batuan yang terjadi secara tiba-tiba dalam skala yang luas) di bawah laut.. Terdapat empat faktor pada gempa bumi yang dapat menimbulkan tsunami, yaitu: 1). pusat gempa bumi terjadi di Iaut, 2). Gempa bumi memiliki magnitude besar, 3). kedalaman gempa bumi dangkal, dan 4). terjadi deformasi vertikal pada lantai dasar laut. Gelombang tsunami bergerak sangat cepat, mencapai 600-800 km per jam, dengan tinggi gelombang dapat mencapai 20 m.
3.  Letusan Gunung Api
Pada letusan gunung api, bencana dapat ditimbulkan oleh jatuhan material letusan, awan panas, aliran lava, gas beracun, abu gunung api, dan bencana sekunder berupa aliran Iahar.
Luas daerah rawan bencana gunung api di seluruh Indonesia sekitar 17.000 km2 dengan jumlah penduduk yang bermukim di kawasan rawan bencana gunung api sebanyak kurang lebih 5,5 juta jiwa. Berdasarkan data frekwensi letusan gunung api, diperkirakan tiap tahun terdapat sekitar 585.000 orang terancam bencana letusan gunung api.
4.  Banjir
Indonesia daerah rawan bencana, baik karena alam maupun ulah manusia. Hampir semua jenis bencana terjadi di Indonesia, yang paling dominan adalah banjir tanah longsor dan kekeringan. Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu : hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu, kondisi daerah budidaya dan pasang surut air laut.
Potensi terjadinya ancaman bencana banjir dan tanah longsor saat Ini disebabkan keadaan badan sungai rusak, kerusakan daerah tangkapan air, pelanggaran tata-ruang wilayah, pelanggaran hukum meningkat, perencanaan pembangunan kurang terpadu, dan disiplin masyarakat yang rendah.
5.  Tanah Longsor
Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Pemicu dari terjadinya gerakan tanah ini adalah curah hujan yang tinggi serta kelerengan tebing.
Bencana tanah longsor sering terjadi di Indonesia yang mengakibatkan kerugian jiwa dan harta benda. Untuk itu perlu ditingkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi jenis bencana ini.
6.  Kebakaran
Potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia cukup besar. Hampir setiap musim kemarau Indonesia menghadapi bahaya kebakaran lahan dan hutan dimana berdapak sangat luas tidak hanya kehilangan keaneka ragaman hayati tetapi juga timbulnya ganguan asap di wilayah sekitar yang sering kali mengganggu negara-negara tetangga.
Kebakaran hutan dan lahan dari tahun ke tahun selalu terjadi. Hal tersebut memang berkaitan dengan banyak hal. Dari ladang berpindah sampai penggunaan HPH yang kurang bertanggungjawab, yaitu penggarapan lahan dengan cara pembakaran. Hal lain yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan adalah kondisi tanah di daerah banyak yang mengandung gambut. Tanah semacam ini pada waktu dan kondisi tertentu kadang-kadang terbakar dengan sendirinya.


7.  Kekeringan
Bahaya kekeringan dialami berbagai wilayah di Indonesia hampir setiap musim kemarau. Hal ini erat terkait dengan menurunnya fungsi lahan dalam menyimpan air. Penurunan fungsi tersebut ditengarai akibat rusaknya ekosistem akibat pemanfaatan lahan yang berlebihan. Dampak dari kekeringan ini adalah gagal panen, kekurangan bahan makanan hingga dampak yang terburuk adalah banyaknya gejala kurang gizi bahkan kematian.
8.  Epidemi dan Wabah Penyakit
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
Epidemi baik yang mengancam manusia maupun hewan ternak berdampak serius berupa kematian serta terganggunya roda perekonomian. Beberapa indikasi/gejala awal kemungkinan terjadinya epidemi seperti avian influenza/Flu burung, antrax serta beberapa penyakit hewan ternak lainnya yang telah membunuh ratusan ribu ternak yang mengakibatkan kerugian besar bagi petani.
9.  Kebakaran Gedung dan Pemukiman
Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat marak pada musim kemarau. Hal ini terkait dengan kecerobohan manusia diantaranya pembangunan gedung/rumah yang tidak mengikuti standard keamanan bangunan serta perilaku manusia. Hubungan arus pendek listrik, meledaknya kompor serta kobaran api akibat lilin/lentera untuk penerangan merupakan sebab umum kejadian kebakaran permukiman/gedung.
10. Kegagalan Teknologi
Kegagalan teknologi merupakan kejadian yang diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam menggunakan teknologi dan atau industri. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa kebakaran, pencemaran bahan kimia, bahan radioaktif/nuklir, kecelakaan industri, kecelakaan transportasi yang menyebabkan kerugian jiwa dan harta benda.
Analisis Kemungkinan Dampak Bencana
Pertemuan dari faktor-faktor ancaman bencana/bahaya dan kerentanan masyarakat, akan dapat memposisikan masyarakat dan daerah yang bersangkutan pada tingkatan risiko yang berbeda.
Hubungan antara ancaman bahaya, kerentanan dan kemampuan dapat dituliskan dengan persamaan berikut:

Risiko = f (Bahaya x Kerentanan/Kemampuan)



Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya.
Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi oleh daerah yang bersangkutan.
Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua bahaya/ancaman tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan terjadinya (probabilitasnya) dengan rincian :

5
Pasti
(hampir dipastikan 80 - 99%).
4
Kemungkinan besar
(60 – 80% terjadi tahun depan, atau



sekali dalam 10 tahun mendatang)
3
Kemungkinan terjadi
(40-60% terjadi tahun depan, atau



sekali dalam 100 tahun)
2 Kemungkinan Kecil
(20 – 40% dalam 100 tahun)
  1
Kemungkian sangat kecil (hingga 20%)





Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila bencana itu memang terjadi dengan pertimbangan faktor dampak antara lain:
         jumlah korban;
         kerugian harta benda;
         kerusakan prasarana dan sarana;
         cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
         dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,

Pilihan Tindakan Penanggulangan Bencana
Pilihan tindakan yang dimaksud di sini adalah berbagai upaya penanggulangan yang akan dilakukan berdasarkan perkiraan ancaman bahaya yang akan terjadi dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan. Secara lebih rinci pilihan tindakan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
A.      Pencegahan dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif.
Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah:
1.       Penyusunan peraturan perundang-undangan
2.       Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
3.       Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4.       Pembuatan brosur/leaflet/poster
5.       Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
6.       Pengkajian / analisis risiko bencana
7.       Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
8.       Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
9.       Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
10.   Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain:
1.       Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
2.       Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
3.       Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
4.       Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman.
5.      Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
6.       Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi bencana.
7.       Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya.
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang bersifat non-struktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana).

Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
1.       Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.
2.       Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
3.       Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
4.       Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
5.       Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan.
6.       Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning)
7.       Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
8.       Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)

Tanggap Darurat
Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
1.      pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya;
2.      penentuan status keadaan darurat bencana;
3.      penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
4.      pemenuhan kebutuhan dasar;
5.      perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
6.  pemulihan  dengan  segera  prasarana  dan  sarana vital.

Pemulihan
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:
1.      perbaikan lingkungan daerah bencana;
2.      perbaikan prasarana dan sarana umum;
3.      pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
4.      pemulihan sosial psikologis;
5.      pelayanan kesehatan;
6.      rekonsiliasi dan resolusi konflik;
7.      pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
8.      pemulihan keamanan dan ketertiban;
9.      pemulihan fungsi pemerintahan; dan
10.  pemulihan fungsi pelayanan publik
Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait.
1.      pembangunan kembali prasarana dan sarana;
2.      pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
3.      pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
4.      penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana;
5.      partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat;
6.      peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
7.      peningkatan fungsi pelayanan publik; atau Bpeningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRATIKUM UJI BIURET

Pengkajian Keperawatan Komunitas dan Kelompok khusus

Metode Tim | Manajemen Keperawatan